Saturday, February 28, 2015

Kisah Mahasiswa Muslimah Amerika yang bangga dengan Cadarnya

 Seorang guru besar Muhammad Rasyid menceritakan masuknya Islam seorang perempuan, guru besar pada sebuah Universitas Amerika yang terjadi pada tahun 2000. Dia menyatakan dan bertanya: ” Tahukah kalian apa sebab dia langsung masuk Islam ? penyebab utama dia masuk Islam adalah bercadarnya mahasisiwi muslimah Amerika yang begitu bangga dengan agama dan cadarnya. Bahkan lantaran itu tiga orang doctor guru besar di Universitas itu, serta 4 orang mahasiswanya masuk Islam. Dengan sebab yang sama dalam masuk Islam itu, mereka telah mencapai jumlah tujuh orang dan sekarang menjadi da’i / penyeru Islam.
Saya tidak ingin memperpanjang kata dalam prolog cerita indah ini, biar Doctor Amerika yang sekarang memakai nama Nabi Muhammad Saw sehingga namanya sekarang menjadi Muhammad Akuya menceritakan sendiri kisahnya.


4 tahun yang lalu terjadi kejadian yang menghebohkan di kampus universitas kami di mana ada seorang muslimah berkebangsaan Amerika masuk menjadi mahasiswi, dia bercadar (berhijab), sementara diantara dosen-dosennya ada seorang dosen yang sangat fanatic membenci Islam, dan selalu memojokkan siapa saja yang tidak mau menyerang Islam. Bayangkan bagaimana sikapnya terhadap orang yang beragama Islam dan memperlihatkan identitasnya dengan terang-terangan ?

Dosen tersebut selalu berusaha untuk memancing emosi mahasiswi tersebut setiap ada kesempatan untuk memojokkan dan menyerang Islam. Dia terus menyatakan permusuhan. Ketenangan mahasiswi itu dalam menanggapi serangan-serangannya membikin sang dosen emosinya memuncak sehingga menyerangnya dengan cara lain.yaitu mempersulit dalam memberikan nilai, membuat posisinya sulit dalam setiap pembahasan, atau bahkan mengurangi nilainya.

Ketika sang mahasiswi merasa kesulitan menghadapi tekanan dosen tersebut dia mengadu pada Rector untuk bisa meninjau permasalahannya. Rektorat memutuskan untuk mempertemukan kedua belah pihak antara Doctor (dosen) dan mahasiswi untuk didengar alasan masing-masing. Sang mahasiswi setuju dengan keputusan itu.

Pada waktu yang telah ditentukan, mayoritas dosen datang, semua antusias untuk manghadiri pertemuan ini,sebab merupakan peristiwa baru pertama kali terjadi di universitas ini. Pertemuan dimulai dengan tampilnya mahasiswi yang menyatakan bahwa dosennya membenci agamanya dan merampas hak-hak ilmiyahnya. Kemudian sang mahasiswi memberikan contoh kasus-kasus yang dihadapi dalam hal ini dan meminta hadirin untuk mendengarkan pendapat sebagian mahasiswi yang belajar bersama dia. Di antara mereka ada yang merasa kasihan kepadanya, dan memberikan kesaksian yang benar.

Setelah itu, sang Doctor berusaha untuk membela dirinya terus berbicara dan kembali mencela agama sang mahasiswi. Pada saat itu berdirilah sang mahasiswi membela Islam, terus menerangkan banyak hal tentang Islam. Apa yang diterangkan oleh mahasiswi tersebut . mampu menarik perhatian forum, sehingga peserta sering melakukan interupsi, menanyakan dan meminta keterangan tentang banyak hal sekitar Islam. Sang mahasiswipun memberikan jawabannya. Ketika sang Doctor melihat peserta asik berdiskusi, dia keluar dari ruangan, karena merasa terjepit karena peserta serius dan memberikan apresiasi kepada sang mahasiswi. Demikian juga orang-orang yang merasa tidak ada hubungan dengan masalah ini. Hanya kita yang tetap memperhatikan dan tertarik untuk berbincang-bincang, pada akhirnya sang mahasiswi membagikan selebaran yang dia tulis dengan judul (Apa arti Islam buat saya ) hal-hal yang mendorongnya masuk agama ini, kemudian menerangkan pentingnya dan pengaruh cadar (hijab). dia juga menerangkan bagaimana perasaannya yang lega terhadap jilbab dan tutup kepala yang dipakainya yang menjadi sebab terjadinya kehebohan ini.

Sikapnya sungguh agung, karena pertemuan belum menghasilkan keputusan, maka dia berkata bahwa dia akan terus menuntut haknya, dan akan terus menentang, dan diapun berjanji kalau tidak menang akan terus menguras tenaganya meski terpaksa harus selalu mengikuti persidangan dan mengakibatkan pelajarannya terhambat. Sikapnya sungguh kuat, kita para dosen tidak menyangka sama sekali bahwa mahasiswi itu begitu tabah dan tegar dalam mempertahankan prinsipnya.

Kami sungguh dibuat terheran-heran terhadap ketegarannya di hadapan banyak dosen juga para mahasiswa. Diskusi tentang masalah ini terus berlangsung di lorong-lorong kampus. Sementara saya merasakan adanya pemberontakan dalam diriku untuk berganti agama. Apa yang saya tahu tentang Islam sungguh mendorong saya untuk melakukan itu, memeluk Islam.Setelah beberapa bulan saya memproklamirkan keIslamanku. Yang kemudian pada tahun itu juga diikuti oleh doctor pertama, kedua dan ketiga. Begitu juga ada empat mahasiswa yang masuk Islam. Begitulah dalam waktu yang relative pendek kita menjadi banyak, kita mempunyai tenaga da’wah untuk memperkenalkan Islam dan da’wah. Dan di sana masih banyak beberapa orang yang sedang dalam tahap berfikir keras, dan sebentar lagi insya’ Allah akan tersebar berita keIslaman mereka di lorong-lorong kampus . Alhamdulillah ( segala puji bagi Allah semata ).

John Ridley, Kisah Perjuangan Jurnalis BBC Masuk Islam

Betapa besarnya ujian seorang jurnalis Inggris yang masuk Islam. Keislamannya bukan hanya ditentang oleh keluarga, ia bahkan mengalami kesulitan mendapatkan penghasilan.

Namanya John Ridley. Ia dilahirkan di tengah keluarga Nasrani. Ia rajin ke gereja tiap pekan bersama orang tua dan saudara perempuannya. Namun, semakin bertambah usianya, pemikiran John pun makin kritis. Banyak pertanyaan dari hatinya mengenai Tuhan dan kebenaran agama yang tidak menemukan jawaban di gereja.
Hingga tibalah saat itu, ketika John mendapatkan kesempatan untuk mengenal Islam. John diterima di BBC Worldwide sebagai jurnalis untuk dikirim ke Timur Tengah. Sebelum berangkat ke Timur Tengah, John berkenalan dengan seorang Muslim saat tengah menjalani masa pelatihan broadcasting dan jurnalistik BBC. Ia pun mempelajari Islam sebelum berangkat ke Timur Tengah dan berinteraksi dengan umat Islam di sana.

John ditugaskan di Oman. Di sana ia bebas bercakap-cakap dengan umat Islam, membuatnya bisa berdiskui tentang Islam di samping ia juga aktif membaca literatur Islam. Hidup John mulai berubah, sebab ia menemukan jawaban dari pertanyaannya selama ini justru di sini; di dalam Islam.

"Aku mendapat kesempatan bertugas di Timur Tengah selama enam bulan. Itu adalah petualangan pertama yang menakjubkan yang pernah ada dalam hidupku," kata John Ridley, menceritakan kisahnya merengkuh hidayah.

Di Timur Tengah itulah, setelah menyadari kebenaran Islam dan menyaksikan secara langsung kehidupan muslim di sana, John mengikrarkan dua kalimat syahadat.

Perjuangan Mempertahankan Islam
Masuk Islam bukanlah perjalanan mulus bagi John Ridley. Saat pulang kembali ke Inggris, John mendapati keluarganya menentangnya. John terus mendekati keluarganya, tetapi mereka tak kunjung berubah sikap. Di negerinya sendiri, John juga mulai kesulitan mendapatkan penghasilan.

Saat-saat itu barangkali adalah saat-saat paling sulit dalam hidup John. Tetapi, Allah tidak membiarkannya sendirian. Allah membukakan jalan kepada John. Sebuah stasiun radio Arab Saudi memintanya menjadi seorang reporter selama invasi AS ke Irak pada 2003. John pun menerima tawaran itu. Ia terbang kembali ke Timur Tengah.

Usai bertugas di Saudi, John pindah ke Kuala Lumpur, Malaysia. Makin bertambahlah pegetahuannya tentang Islam. Delapan bulan kemudian, ia kembali ke Timur Tengah. Sejumlah negara telah ia kunjungi dalam 30 tahun terakhir. Antara lain Lebanon, Oman, Yaman, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Bahrain, Iran dan Yordania.

Pengalaman John hidup puluhan tahun di Timur Tengah menjadi kekuatan tersendiri bagi profesinya sebagai jurnalis, penyiar dan penulis. Pengetahuan dan pemahamannya tentang dunia Islam dinilai luar biasa.

Membela Palestina
Menulis menjadi senjata John untuk membela Palestina. Dalam berbagai tulisannya, John menyerukan hak warga Palestina.

"Kemanusiaan, perdamaian, perlindungan anak, diajarkan dalam Islam. Bagaimana saling mengerti antarmanusia dan hidup berdampingan. Saya benar-benar beruntung menemukan Islam," ujar John bersyukur.

Namun demikian, pembelaan John untuk Palestina tidak hanya diwujudkan melalui tulisan. Ia juga terjun langsung memberikan pidato di camp-camp pengungsian Palestina.

Menulis, bagi John, bukanlah masalah menghasilkan uang. Apalagi menulis untuk membela hak-hak kemanusiaan di Palestina dan dunia Islam. "Kita memang membutuhkan uang. Tapi, ada hal yang lebih penting yakni manusia dan kemanusiaan. Saya tidak mau hanya diam sementara orang-orang di luar sana telantar dan kesulitan. Saya benar-benar ingin menjadi bagian untuk membela mereka," kata John menegaskan misinya.

Lelaki Pendek, Hitam dan lebih Jelek dari Untanya

 Di Baqi’yang hening, kampung kecil dipinggiran Madinah, Rasulullah seperti biasa menyampaikan nasehat-nasehatnya. “Siapa yang pada hari ini mengeluarkan shadaqah ,maka aku akan memberikan kesaksian baginya di sisi Allah pada hari kiamat.” begitu  Rasulullah mengabarkan berita gembira. Ya, siapa tak senang, bila di akhirat Rasulullah  menjadi saksi atas sedekahnya? Atas kebaikannya?
Tak lama, datang seorang penduduk. Orang itu begitu hitam kulitnya, paling pendek diantara penduduk yang lain. Bahkan lelaki itu selama ini dianggap paling hina di antara mereka. Dia datang membawa seeokor unta yang sangat bagus. Tidak ada seekor untapun yang lebih bagus dari unta miliknya.
“Apakah unta ini untuk shodaqoh?” tanya Rasulullah S.AW.
“ Benar wahai Rasulullah,” jawab lelaki itu. Kemudian, ada orang berkomentar mengejeknya, “Dia  mensedekahkan untanya? Padahal unta itu lebih bagus dari dirinya?”
            Mendengar perkataan itu, Rasulullah tidak senang dan berkata,”kamu sangat keliru, itu tidak benar. Bahkan orang ini lebih baik dari dirimu dan untanya. Engkau keliru,”Rasulullah bahkan mengulang perkataan itu tiga kali. Lalu menambahkan,”Beruntunglah orang yang zuhud,dan juga berusaha.”
            Begitulah, lelaki yang hitam dan pendek penduduk Baqi’ itu, dia adalah contoh tentang orang baik yang dilecehkan. Ia bukan saja tidak terkenal, bahkan dia dianggap paling hina diantara semua warga kampung itu.
            Wajahnya hitam, tubuhnya pendek, Untanya lebih ‘ganteng’ dari dirinya. Pola pikir “lelaki pendek, hitam, lebih jelek dari untanya” seperti itu, sesungguhnya hari-hari ini begitu mewabah. Kita hidup ditengah masyarakat yang hanya melihat harga orang lain dari tampilan luarnya.
            Maka disinilah berlaku hukum ketenaran, keterkenalan, kemasyhuran. Sesuatu yang sangat mudah direka-reka oleh industri media yang menggurita. Raksasa media hanya punya satu bahasa: Bila kamu tidak terkenal, maka kamu bukan siapa-siapa. Kamu, hanyalah “lelaki pendek, hitam, yang lebih jelek dari unta”. Industri media semakin mengokohkan, bahwa menjadi terkenal pada saat ini tidak harus karena kebaikan. Ia bisa membuat buruk bisa tampil berkesan baik, alami, manusiawi, dan bagian dari hak asasi.
            Sebaliknya, ia bisa menampilkan orang-orang baik, dalam format yang kumal, lusuh, dan tak punya gairah  hidup. Semua itu, telah memaksa orang dengan perlahan namun sangat massif, untuk merekam dibawah alam sadarnya, bahwa orang-orang besar ialah mereka yang berulang-ulang muncul di televisi, tampil diatas panggung, menyeruak diatas pentas. Maka semua akan menjadi sumpek dan sangat terbatas.
            Padahal, ada berjuta orang baik yang tak kita kenal. Ada berjuta orang baik yang tak pernah dikenal sama sekali. Memahami prinsip ini sangat penting. Tidak semata dengan etika memahami sesama.Agar kita tidak mengukur kebaikan dengan kacamata pribadi. Wallahu ‘alam

Kisah Keajaiban Doa, Punya Anak Setelah Bertahu-tahun Divonis Mandul

Lima tahun berkeluarga, Nur dan Rio tidak juga mendapatkan putra. Kegelisahan Nur semakin bertambah setelah hasil tes rumah sakit menunjukkan bahwa dirinya mandul. Nur bahkan kehilangan keceriannya selama beberapa minggu setelah mengetahui hasil tes itu. Wanita berusia 29 tahun itu seperti kehilangan nyawa. Rio sendiri menyesal telah mengajak istrinya untuk bersama-sama memeriksakan kesuburan mereka.
Suatu hari, Rio teringat Haji Muhidin yang terkenal bijak. Ia pun memutuskan untuk silaturahim dan berbagi masalah yang berat itu, siapa tahu haji yang tersohor dengan kebaikannya ini bisa membantu.

“Maaf, kapan terakhir Nak Rio berdoa...?” tanya Haji Muhidin setelah Rio bercerita mengenai masalahnya dan kondisi istrinya yang saat ini ‘setengah gila’ karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya mandul.

“Lupa saya...” jawab Rio malu-malu. Ia mengakui sudah lama tidak berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Bahkan perasaan saya, sejak SMP saya tidak shalat.”

Haji Muhidin manggut-manggut. Ia tidak menyalahkan Rio karena boleh jadi orangtuanya yang tidak mendidiknya dengan baik. Tidak mengenalkannya kepada Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah dan dimintai pertolongan.

“Mengapa sekarang tidak memulainya lagi? Memulai berdoa dan shalat maksud saya,” Haji Muhidin memberikan umpan pertanyaan.

“Begitu ya?...”

“Nanti saya ajari caranya,” Haji Muhidin menangkap keragu-raguan Rio, bahwa ia memang tidak bisa shalat.

“Shalatlah dulu semampu Nak Rio, sambil perlahan-lahan diperbaiki. Tapi kalau berdoa, Nak Rio tidak perlu belajar. Berdoa itu hanya perlu keyakinan akan dikabulkan Sang Maha, dan berdoa hanya perlu kesungguhan hati sebagai prasyarat awal.”

“Nak Rio tahu? Tuhan itu begitu Kuasa. Ia mampu mengabulkan permintaan yang kadang bagi kita tidak mungkin. Kadang kita merasa tersudut, nyatanya Dia masih berkenan memberikan jalan keluar. Kadang kita merasa terjatuh, tapi Dia berkenan membuat kita bangkit. Dan kadang kita merasa sesuatu sudah berakhir, tapi nyatanya Dia masih berkenan memberikan kesempatan.”

Pertemuan itu benar-benar berpengaruh besar dalam hidup Rio. Ia bagaikan bertemu oase di padang pasir. Ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh nasehat Haji Muhidin yang menjelaskan bahwa tidak semua hal berjalan sesuai dengan kehendak manusia.

“Berdoa dan menyandarkan diri kepada Sang Khaliq akan membuat hati kita tetap sejuk untuk sadar, dan itulah sisi keterbatasan kita sebagai manusia, sambil tidak lupa berusaha dan berdoa.”

“Bukan kemandulan yang harus disedihkan, tetapi tidak punya iman yang harus dikhawatirkan.” Nasehat ini terus diingat oleh Rio, menjadi pegangan hidupnya.

Dan lima tahun kemudian, setelah terus berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, istri Rio bukan saja pulih kondisi fisik dan mentalnya, ia kini juga sedang berada di rumah sakit. Bukan untuk rawat lanjutan, melainkan untuk menjalani proses bersalin.

“Allahu Maha Besar,” kata Rio di samping Haji Muhidin yang menemaninya di rumah sakit, “Saya sendiri tidak tahu bagaimana keajaiban ini bisa terjadi

Disaat Sholat, Imam Masjid Mendengar Jeritan Anaknya Yang Mau Tenggelam Di Laut"

 

Umur siapa yang tahu, demikian juga seorang pemuda, bagaimanapun kuatnya juga tak bisa mengelak dari hal tersebut. Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al Qur’an di Makkah al Mukarramah. Kisah ini terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syu’aibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah, terletak 110 Km di Selatan Jeddah. Pemilik kisah ini berkata: Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak. Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku. Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. setelah makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung oksigen. sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan. Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian. Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. AKu memutuskan untuk tidur diatas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik…..aku berusaha untuk melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke bawah. Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku… hingga karyawan di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku…semuanya pada detik-detik yang terbatas…kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!! Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri…apa engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu? Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: “Bangun dan shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam mulutku. Aku berteriak….berteriak…tapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat….kuucapkan Asyhadu…Asyhadu…aku tidak mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku. Akupun berhenti bergerak…inilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemah…dan di sisiku ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat. Saat aku terbangun, tentara itu berkata:”Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini.” Kemudian dia langsung beranjak pergi dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka. Akupun bertanya kepada mereka: “Bagaimana kalian melihatku di air?” Mereka menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.” Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa menit. Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia menelepon? Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya. Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan ayahku ada

Wednesday, December 25, 2013

Aku Akan bertahan Apapun yang terjadi

Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.

Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…
Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.

Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.

Putriku bercerita :

Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.

Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, "Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"

Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…

Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…

Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…"

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.

Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…

Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.

Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…". Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??

          Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…

Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka Allah akan menjaganya.

Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…

Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…

Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin ...

          Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
          Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
          Hiaslah do'amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
          Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…

Sunday, December 22, 2013

Aku Hanya mampu memberikan ini :(

Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima . Sang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri. Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa.
Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
" Maaf, nona … Apakah anda sedang menunggu seseorang? "
" Tidak! " Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
" Lantas untuk apa anda duduk di sini?"
" Apakah tidak boleh? " Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam..
" Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami."
" Maksud, bapak? "
" Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini "
" Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual " Kata wanita itu dengan suara lambat.
" Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini? "
Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur.
" Ok, lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti. "
" Saya ingin menjual diri saya, " Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam kearah petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
" Mari ikut saya, " Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.
Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperativ karena ada secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.
" Apakah anda serius? "
" Saya serius " Jawab wanita itu tegas.
" Berapa tarif yang anda minta? "
" Setinggi-tingginya. .' '
" Mengapa?" Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
" Saya masih perawan "
" Perawan? " Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini..Pikirnya
" Bagaimana saya tahu anda masih perawan?"
" Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan.. Ya kan …"
" Kalau tidak terbukti? "
" Tidak usah bayar …"
" Baiklah …" Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
" Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda. "
" Cobalah. "
" Berapa tarif yang diminta? "
" Setinggi-tingginya. "
" Berapa? "
" Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa? "
" Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya. "
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu.
Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.
" Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana? "
" Tidak adakah yang lebih tinggi? "
" Ini termasuk yang tertinggi, " Petugas satpam itu mencoba meyakinkan.
" Saya ingin yang lebih tinggi…"
" Baiklah. Tunggu disini …" Petugas satpam itu berlalu.
Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
" Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana? "
" Tidak adakah yang lebih tinggi? "
" Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap
saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan. Kita sama-sama butuh … "
" Saya ingin tawaran tertinggi … " Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.
" Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit.
Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. " Kata petugas satpam itu dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift.
Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua.
" Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? " Kata petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu …
" Berapa? " Tanya pria itu kepada Wanita itu.
" Setinggi-tingginya " Jawab wanita itu dengan tegas.
" Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? " Kata pria itu kepada sang petugas satpam.
" Rp.. 6 juta, tuan "
" Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam. "
Wanita itu terdiam.
Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu.
" Bagaimana? " tanya pria itu.
"Saya ingin lebih tinggi lagi …" Kata wanita itu.
Petugas satpam itu tersenyum kecut.
" Bawa pergi wanita ini. " Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.
" Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual? "
" Tentu! "
" Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu … "
" Saya minta yang lebih tinggi lagi …"
Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang.
Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.
" Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya. "
Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya.
" Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta Rupiah.
Apakah itu tidak cukup? " Terdengar suara pria itu berbicara.
Wajah pria itu nampak masam seketika
" Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu.
Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?! "
Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita.
Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan di wajah pria itu.
Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada Pria itu: " Pak, apakah anda butuh wanita … Huh "
Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.
" Ada wanita yang duduk disana, " Petugas satpam itu menujuk kearah wanita tadi.
Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini.
"Dia masih perawan.."
Pria itu mendekati petugas satpam itu.
Wajah mereka hanya berjarak setengah meter. " Benarkah itu? "
" Benar, pak. "
" Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu … "
" Dengan senang hati. Tapi, pak …Wanita itu minta harga setinggi tingginya."
" Saya tidak peduli … " Pria itu menjawab dengan tegas.
Pria itu menyalami hangat wanita itu.
" Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah …." Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
" Mari kita bicara di kamar saja." Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu.
Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.
Di dalam kamar …
" Beritahu berapa harga yang kamu minta? "
" Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit "
" Maksud kamu? "
" Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih …. "
" Hanya itu …"
" Ya …! "
Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanta ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.
" Siapa nama kamu? "
" Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar … " Kata wanita itu
" Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. "
"Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! "
" Ada ! " Kata pria itu seketika.
" Sebutkan! "
" Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu ke rumah sakit.
Dan sekarang pulanglah … " Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
" Saya tidak mengerti …"
" Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar …"
" Dan, apakah bapak ikhlas…? "
" Apakah uang itu kurang? "
" Lebih dari cukup, pak … "
" Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal? "
" Silahkan …"
" Mengapa kamu begitu beraninya … "
" Siapa bilang saya berani. Saya takut pak …Tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal.Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu.Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh` … Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan … "
" Keyakinan apa? "
" Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhan lah yang akan menjaga kehormatan kita … " Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar.
Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
" Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini … "
" Kesadaran… "
.. . .
Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.
" Kamu sudah pulang, nak "
" Ya, bu … "
" Kemana saja kamu, nak … Huh"
" Menjual sesuatu, bu … "
" Apa yang kamu jual?" Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum …
Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan. Tapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan
….
" Kini saatnya ibu untuk berobat … "
Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: " Tuhan telah membeli yang saya jual… ".
Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir taksi: " Antar kami kerumah sakit …"

#SELAMAT HARI IBU :)